Jumat, 17 April 2009

PERANG DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sempurna, mengatur segala macam yang ada di muka bumi ini. Termasuk hal perang, islam merupakan agama yang tidak melarang adanya perang, tapi di balik kebolehan perang tersebut, Islam memberikan acuan, tata cara dan tujuan perang. Perang bukan hanya dilakukan oleh Nabi Muhammad, tapi juga oleh para nabi sebelum beliau. Allah Swt berfirman dalam surat Ali Imran ayat 146: “Dan berapa banyak nabi yang berperang, bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (Nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka (dalam perjuangan) di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
Al Qur’an sebagai kitabullah yang bersifat multidimensi telah mengatur masalah perang dengan lengkap dari semua aspek. Namun sedikit disayangkan, tata cara dan tujuan perang yang diajarkan oleh Islam, banyak yang tidak dimengerti oleh umat islam sendiri. Mereka tidak memahami mengapa Allah tidak melarang hamba-Nya melakukan perang, justru Allah mensyari’atkannya. Apa sebenarnya dibalik kebolehan tersebut?... dan apa pula tujuannya?... Tak heran jika Bali dua kali meledak dan pelakunya menyebutnya sebagai aksi jihad. Peristiwa menjadi tantangan bagi umat Islam, khususnya para Ulama dan Cendikia Muslim, untuk meluruskan atau membersihkan kembali makna suci jihad (perang) dari tangan-tangan kotor yang mengatasnamakan jihad. Para ulama harus memberikan pencerahan kepada umat bahwa jihad bukanlah aksi teror.
...

B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang tersebut di atas, terdapat beberapa masalah yang akan menjadi topik pembahasan sebagai batasan penjelasan pada makalah ini. Antara lain;
1. Apa pengertian perang dalam Islam ?
2. Bagaimana tata cara berperang ?
3. Apa tujuan perang dan bagaimana aplikasinya pada zaman modern ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perang
Perang dalam bahasa arab disebut qitaal (قتال) , harb (حرب) , atau ghazwah (غزوة). Dalam islam terdapat sebuah istilah yang lebih umum yaitu jihad. Ketiga sinonim kata tersebut qitaal, harb, dan ghazwah (pertempuran, peperangan, dan ekspedisi) merupakan hal yang sering dibicarakan dalam kalangan ulama’ fiqh, yaitu jihad dalam artian khusus perang melawan musuh.
Perang dalam kamus besar bahasa indonesia adalah permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dsb), pertempuran besar bersenjata antara dua pasukan atau lebih (tentara, laskar, pemberontak, dsb). Perang menurut agama Islam adalah perang terhadap musuh untuk keamanan kemerdekaan menyebarkan dakwah dan untuk tetap tegaknya tiang-tiang atau sendi-sendi perdamaian, serta tetap menjaga serta memelihara peraturan-peraturan perang purusiayah yang suci.
Namun istilah harb, qitaal maupun kata yang serumpun dengan keduanya yang sering disebut dalam al qur’an tidak memuat tatanan nilai (non-valuable) yang begitu determinan. Secara parsial kata-kata tersebut secara otomatis tidak mengindikasikan bahwa perang, dilihat dari sudut pandang penggunanya apakah hal yang benar atau salah? mencerminkan sebuah keadilan atau justru tirani? Perihal yang dilegalkan ataukah tidak? Oleh karena itu, harb dan qitaal keduanya dapat bercorak baik maupun buruk, dan keduanya tidak bisa dipahami secara subjektif.
Namun terdapat sebuah istilah yang secara otomatis memiliki tatanan nilai (valuable) yaitu perang dalam islam (jihad). Dalam komunikasi umum dan kamus Islam jihad memiliki konotasi positif, secara leksikal jihad berarti segala jenis usaha dan upaya untuk mewujudkan dan mengejawantahkan segala bentuk tujuan yang baik dalam mencari kebenaran dan keadilan, akan tetapi kebiasaan umat islam memaknai sempit yaitu hanya perang antara kaum muslim melawan kaum kafir yang disebut sebagai jihad.
Dalam mu’jam alfaz al qur’an karim, ditegaskan bahwa kebanyakan kata jihad dalam al qur’an berarti mengerahkan segala kemampuan untuk penyebaran dakwah islam serta mempertahankan dan melindungi, sehingga mencakup segala bentuk usaha amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu, tepat sekali makna perang dalam islam yang telah disebutkan di atas yang memiliki tujuan dan aturan-aturan yang jelas. Sehingga perang dalam islam ini memiliki tatanan nilai yang jelas demi mewujudkan kebenaran dan keadilan serta perdamaian.
B. Tata cara berperang
Debby M. Nasution dalam buku yang di beri pengantar oleh Din Syamsudin, beliau mengutip pernyataan Ibnu Khaldun bahwa perang memang telah menjadi tabiat dalam sejarah kehidupan manusia di dunia dan merupakan sunnatullah yang telah ada sejak diciptakan sejarah manusia pertama dan kemudian turun temurun silih berganti dari generasi ke generasi berikutnya sepanjang zaman.
Perang dan berbagai konflik yang terdapat di muka bumi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Karena pada tabiatnya manusia diciptakan memiliki dua sifat umum yang telah terungakap dalam al qur’an, yaitu berbuat kerusakan (kekacauan) dan menumpahkan darah.
…          … 
Artinya: … mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, ..." (Q.S Al Baqarah: 30)
Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud berbuat kerusakan dalam ayat tersebut adalah melakukan perbuatan maksiat atau melanggar hukum-hukum Allah, sedangkan menumpahkan darah ialah melakukan kecurangan dan permusuhan. Pelanggaran dan pertumpahan darah ini telah terjadi sejak awal periode manusia yaitu kisah Qabil dan Habil.
Namun demikian, bila melihat sejarah umat manusia tersebut, walaupun perang dan konflik merupakan hal yang telah ada sejak sebelum islam, namun agama islam tidak serta merta memperbolehkan hukum perang. Sebab pada mulanya umat islam yang dibawa oleh nabi Muhammad adalah komunitas yang baru muncul, mereka adalah kaum minoritas di tengah-tengah kaum musrik. Pada masa tersebut umat islam telah dihadapkan berbagai jenis intimidasi, siksaan fisik, dan dan mental dari kaum musyrik. Namun mereka tidak memiliki peralatan dan perlengkapan untuk melawan dan membela diri.
Oleh karena itu, nabi mengutus sekelompok muslim yang dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib untuk hijrah ke habsya (etiopia), dan beberapa tahun kemudian nabi menyusul dengan sekelompok besar hijrah ke yastrib (madinah). Pada saat ini umat islam belum ada mandat untuk melakukan perang, karena sama halnya bunuh diri. Yang diperlukan justru berbenah diri sebagai nilai kemaslahatan bagi umat islam.
Setelah melalui masa-masa berbenah diri, Allah menurunkan Q.S Al Hajj: 38-41 yang intinya memberikan izin pada umat islam untuk melakukan perang, setelah sekelompok muslim dianiaya dan di injak-injak hak-haknya oleh kaum kafir. Namun demikian islam memberikan aturan dan tata cara dalam berperang.
Tata cara perang menurut islam antara lain;
1. Menguatkan mental
Dalam sebuah peperangan diperlukan keberanian dan keyakinan, islam berusaha membina dan meneguhkan mental dan moral bagi umatnya untuk berjuang di jalan Allah, karena mental merupakan ciri-ciri dari ksatria.
2. Mempersiapkan kekuatan materiil
Mengerahkan personil serta menyediakan peralatan perang, telekomunikasi, perbekalan perang dan sebagainnya, serta memperkuat wilayah teritorial terutama daerah rawan yang dapat menjadi jalan infiltrasi musuh.
3. Pengaturan siyasah berperang
Membentuk formasi-formasi dalam melawan musuh, tata cara, taktik dalam rangka menjatuhkan kekuatan lawan. Dengan menggunakan fikiran dan kecerdasan untuk mengalahkan musuh, seperti berpura-pura mati, pura-pura mundur untuk dapat menjerumuskan musuh dalam perangkapnya.
Selain tersebut diatas, M. Iqbal dalam bukunya Fiqih Siyasah menambahkan prinsip-prinsip untuk perang, antara lain; Pertama, percaya sepenuhnya pada komando pimpinan perang, prajurit muslim harus mempercayakan segala keputusan dan tindakan pada pimpinan. Kedua, bersabar menghadapi musuh karena merupakan kunci untuk meningkatkan moral dan semangat prajurit dalam perang. Ketiga, konsekuen dan teguh pendirian dalam menghadapi musuh di medan perang. Keempat, taat pada komando pasukan.
C. Tujuan perang dan aplikasinya pada zaman modern
Islam adalah agama yang menjujung tinggi nilai-nilai perdamaian, keadilan dan sangat menghormati hak-hak asasi manusia demi menciptakan umat manusia yang aman tentram dan damai. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abdullah bin Abi Awfa, nabi bersabda “janganlah kalian bertemu musuh, dan berdoalah kepada Allah untuk perdamaian. Namun jika bertemu musuh, hadapilah dengan kesabaran”.
Dalam hadist tersebut menunjukkan bahwa perdamaian merupakan prinsip utama dalam islam, sedangkan penggunaan kekuatan senjata hanyalah pada saat yang sangat terpaksa demi mempertahankan esensi perdamaian serta keamanan bagi umat manusia untuk mencapai sebuah kebenaran. Muhammad Iqbal menyatkan dengan istilah lain “musuh pntang dicari, tetapi kalau bertemu musuh pantang umat islam lari menghindarinya”.
Afzalur Rahman merinci beberapa tujuan jihad atau perang dalam islam, pertama, untuk membela madinah, dimana saat itu nabi dan sahabatnya mencari perlindungan untuk beribadah dengan aman tanpa ada gangguan. Kedua, mencegah setiap bentuk agresi musuh yang merupakan sumber bahaya bagi negara. Ketiga, untuk menghancurkan setiap kekuatan agresif, baik kekuatan ekonomi, politik maupun sosial, yang merintangi perkembangan dan kemajuan islam.
Pembelaan kota madinah, dalam konteks sekarang bisa diaplikasikan untuk mempertahankan negara islam agar umat islam dapat menjalankan ibadah keagamaan dengan baik tanpa ada tekanan dari pihak-pihak manapun. Perdamaian dan ketentraman merupakan tujuan utama perang dalam islam. Dilain sisi perang dalam bentuk militer ini adalah jalan terakhir ketika umat islam sangat tertekan dan terganggu dalam melaksanakan ibadah.
Oleh karena itu bentuk pengeboman yang terjadi di Bali, belum bisa dikatakan jihad/ perang dalam islam, sebab tujuan perang adalah keadilan. Perang dalam islam telah diatur pula dengan aturan yang baik, dalam perangpun islam hanya boleh membunuh musuh bukan sesama umat muslim sendiri, mengajak untuk ke jalan allah terlebih dahulu sebelum menyatakan perang.
Umat islam sekarang adalah kaum yang paling banyak di seluruh dunia. Seharusnya ketika umat islam palestina dihujani bom oleh bangsa israel, umat islam maju untuk membela dan mempertahankan hak-hak dan nilai sosial kesejahteraan. Oleh karena sudah ada aturan-aturan kebebasan negara maka perselisihan keduanya bisa diperdamaikan. Disisi lain, umat islam sekarang ini justru dihadapkan pada perang yang sangat mengkhawatirkan terhadap keimanan dan kebenaran ajaran islam. Banyak intelektual barat yang memerangi kaum muslim dengan kemampuan pemikiran yang dimilikinya, mereka berusaha mengubah pemahaman-pemahaman syariah islam agar nilai-nilai islam luntur dengan sendirinya.
Ghazwah fikri ini sangat membahayakan akidah umat islam, umat islam sedang berhadapan dengan musuh yang tidak bisa dianggab enteng. Oleh karena sudah berhadapan maka islam harus juga melawan pemikiran-pemikiran yang menyelewengkan akidah tesebut dengan kebenaran-kebenaran yang rasional dan haqiqi, selain itu umat islam harus memiliki keilmuan yang cukup dalam menghadai musuh-musuh yang demikian ini.
Peranan perang dalam islam pada saat sekarang harus di imbangi dengan keilmuan yang cakap, sebab dengan keilmuan itu umat islam tidak akan terjajah oleh bangsa manapun yang sekarang ini secara terang-terangan melalui media keilmuan maupun pemikiran-pemikiran melakukan serangan terhadap kaum muslim. Hanya saja karena kebodohan umat islam sehingga mereka banyak yang tidak mengerti bahwa diri mereka sedang terjajah.

Read more / Selengkapnya...

Minggu, 12 April 2009

setting blog

para rekan-rekan yang selalu mendapatkan kenikmatan, yang kebetulan suka ngeblogger.... dan tentunya masih pemula.... hampir sama dengan saya.... lihat aza cara men-setting di alamat.....
...

sorry dech kalo bikin kalian semua bosan,,, ni tinggal klik aza disini aku juga dapat inspirasi dari situ kok, sekedar bagi informasi

Read more / Selengkapnya...

Selasa, 07 April 2009

Nilai Nilai filsafat Hukum Islam
Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.
...
Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Amir Syarifuddin mendefinisikan hukum secara lughawi adalah mencegah atau memutuskan.
Sebagaimana hukum-hukum yang lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok, kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya.
Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat pemberangkatan; itik tolak; atau al-mabda.
Adapun secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat unuversal. Adapun prinsip-prinsip khusus ialah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam.

Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai berikut :
1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya.
Berdasarkan prinsip tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu Azas kemudahan/meniadakan kesulitan. Dari azas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah sebagai berikut :
a. Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal ittiba’ yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ;
b. Al-masaqqah tujlibu at-taysiir Kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan

2. Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah sinonim al-miizaan (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam Al-Qur’an terdapat dalam QS. Al-Syura : 17 dan Al-Hadid : 25.
Term “keadilan” pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat.

3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS. Al-Imran : 110, pengkategorian Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

4. Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dalam arti luas yg mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal. Keberagaman dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam beragama (QS. Al-Baqarah : 256 dan Al-Kafirun : 5)

5. Prinsip Persamaan/Egalite
Prinsip persamaan yang paling nyata terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal stratifikasi sosial seperti komunis.

6. Prinsip At-Ta‟awun
Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.

7. Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan ummatnya, tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur’an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari’at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.
Read more / Selengkapnya...

Kamis, 02 April 2009

 

Posted by Picasa
Read more / Selengkapnya...