Senin, 01 Desember 2008

Tafsir Hukum Keluarga

Written by : M. Mujib Ismail

(Mahasiswa Fak. Syari’ah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Jalur Beasiswa Santri Berprestasi Departemen Agama RI)

1. Surat An Nisaa' : 11

... ... ( Ìx.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? (... ... ÇÊÊÈ

Artinya: … bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan…

Para pembaca banyak yang mengira bahwa yang ada dalam ayat ini (an nisaa':11) hanyalah problem linguistic, namun setelah memperhatikan lebih jauh mereka akan mendapati bahwa problemnya jauh lebih kompleks dari anggapan itu, sehingga banyak muncul interpretasi-interpretasi yang berbeda.

...

Perbedaan pendapat dalam penafsiran ayat tersebut dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut;

Pertama kita bisa melihat dari sudut pandang kewajiban nafkah. Menurut Al Maroghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa seorang laki-laki mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk diri sendiri dan juga keluarganya (istri, anak, dll). Namun perempuan hanya membutuhkan nafkah untuk diri pribadinya, bahkan ketika sudah menikah maka nafkah tersebut menjadi tanggungjawab suaminya. Menurut Iqbal dalam tafsirnya menyatkan laki-laki berkewajiban memberikan mahar sedangkan perempuan tidak, justru malah menjadi pemilik/penanggungjawab akan harta yang telah diberikan oleh suami dan ayahnya.

Kedua, asbabun nuzul ayat tersebut adalah sebagai manifestasi agama islam untuk menghormati dan menghargai kaum perempuan, sebab dalam adat jahiliyyah perempuan tidak mendapatkan sedikitpun dari harta warist/peninggalan, sehingga dengan turun ayat tersebut seorang perempuan mempunyai hak mendapatkan harta waris ½ dari bagian seorang laki-laki.

Dari pendapat tersebut diatas dapat dipahami bahwa telah adanya penghormatan yang jelas kepada seorang perempuan. Dan memang sudah seyogyanya seorang laki-laki memperoleh harta waris 2 kali lipat dari bagian seorang perempuan, sebab lelaki adalah pemimpin bagi kaum perempuan dan mempunyai tanggungjawab yang tidak mudah dalam merawat atau mendidik kaum perempuan.

Namun pada zaman yang sudah modern ini banyak pemimpin bahkan ulama’ kontemporer yang mengatakan bahwa penerapan warist ulama salaf sudah tidak relevan dengan asas-asas keadilan. Sebab mereka berpandangan bahwa wanita juga bisa menjadi pemimpin bagi kaum laki-laki, yang terkadang dalam sebuah rumah tangga yang menjadi tulang punggung keluarga bukannya sang suami akan tetapi istri. Sehingga tidak tepat kalau dikatakan bahwa alasan ulama’ salaf yang mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menanggung beban hidup rumah tangga.

Akan tetapi penulis tetap tidak setuju dengan pendapat ulama’ kontemporer yang berpendapat demikian. Sebab apabila pembagian waris antara perempuan dan laki-laki disamakan maka tidak sesuai dengan ketentuan yang telah difirmankan Allah, karena derajat atau kewajiban laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Laki-laki memiliki kewajiban yang lebih berat seperti telah di jelaskan dalam tafsir al maroghi di atas dan juga sebagaimana firman-Nya

ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& ...ÇÌÍÈ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), anak karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka …(Q.S An Nisaa' : 34)

Selain itu, dari teks ayatnya juga jelas bahwa bagian laki-laki adalah 2 kali lipat dari bagian perempuan, (mislu hadzil unsayain).

2. Ayat dibawah ini

`s9 (#qä9$oYs? §ŽÉ9ø9$# 4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB šcq6ÏtéB 4... ÇÒËÈ

kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai … (Q.S Al Imron 92)

(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# ... ÇÊÒÎÈ

dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah.

Bagaimana argumentasi anda tentang تنفقوا dalam ayat tersebut di atas yang dijadikan dasar/titik tolak hukum wakaf. Serta perbedaan-perbedaan pendapat mengenainya !

Lafadz البرّ adalah bermakna kebaikan, syurga, sedangkan أنفقوا yang dijadikan titik tolak wakaf itu sering disebutkan dalam Al Qur'an dengan kelanjutan ayat في سبيل الله sehingga arti lafadz tersebut adalah menyalurkan harta benda untuk kepentingan agama. Sebagaimana Ar Rozi dalam tafsirnya menyatakan ayat tersebut, pertama adalah sebuah peringatan akan wajibnya wakaf, karena harta yang kita miliki adalah milik Allah SWT. Kedua bermakna berjuang dijalan Allah, karena sabab al nuzul ayat ini adalah ketika Rosulullah menunaikan ibadah umroh, maka barang siapa yang menjadi penghalang wajib untuk dimusnahkan. Dalam tafsir Ibn Arofah juga disebutkan bahwa lafadz infaq tersebut memiliki cakupan makna yang luas yaitu segala hal yang baik berupa diri pribadi maupun harta benda. Sehingga wakaf merupakan bentuk manifestasi daripada pentasharuban harta benda. Oleh karena itu, kedua penggalan ayat tersebut selain digunakan dasar bershodaqoh dapat juga dijadikan sebagai dasar hukum wakaf.

3. Surat Al Baqarah ayat 282 sebagai berikut :

$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) LäêZtƒ#ys? AûøïyÎ/ #n<Î) 9@y_r& wK|¡B çnqç7çFò2$$sù 4 =çGõ3uø9ur öNä3uZ÷­/ 7=Ï?$Ÿ2 ÉAôyèø9$$Î/ 4 Ÿwur z>ù'tƒ ë=Ï?%x. br& |=çFõ3tƒ $yJŸ2 çmyJ¯=tã ª!$# 4 ó=çGò6uù=sù È@Î=ôJãŠø9ur Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# È,­Guø9ur ©!$# ¼çm­/u Ÿwur ó§yö7tƒ çm÷ZÏB $\«øx© 4 bÎ*sù tb%x. Ï%©!$# Ïmøn=tã ,ysø9$# $·gŠÏÿy ÷rr& $¸ÿÏè|Ê ÷rr& Ÿw ßìÏÜtGó¡o br& ¨@ÏJムuqèd ö@Î=ôJãŠù=sù ¼çmÏ9ur ÉAôyèø9$$Î/ 4 (#rßÎhô±tFó$#ur ÈûøïyÍky­ `ÏB öNà6Ï9%y`Íh ( bÎ*sù öN©9 $tRqä3tƒ Èû÷ün=ã_u ×@ã_tsù Èb$s?r&zöD$#ur `£JÏB tböq|Êös? z`ÏB Ïä!#ypk9$# br& ¨@ÅÒs? $yJßg1y÷nÎ) tÅe2xçFsù $yJßg1y÷nÎ) 3t÷zW{$# 4 Ÿwur z>ù'tƒ âä!#ypk9$# #sŒÎ) $tB (#qããߊ 4 Ÿwur (#þqßJt«ó¡s? br& çnqç7çFõ3s? #·ŽÉó|¹ ÷rr& #·ŽÎ7Ÿ2 #n<Î) ¾Ï&Î#y_r& 4 öNä3Ï9ºsŒ äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# ãPuqø%r&ur Íoy»pk¤=Ï9 #oT÷Šr&ur žwr& (#þqç/$s?ös? ( HwÎ) br& šcqä3s? ¸ot»yfÏ? ZouŽÅÑ%tn $ygtRrãƒÏè? öNà6oY÷t/ }§øŠn=sù ö/ä3øn=tæ îy$uZã_ žwr& $ydqç7çFõ3s? 3 (#ÿrßÎgô©r&ur #sŒÎ) óOçF÷ètƒ$t6s? 4 Ÿwur §!$ŸÒムÒ=Ï?%x. Ÿwur ÓÎgx© 4 bÎ)ur (#qè=yèøÿs? ¼çm¯RÎ*sù 8-qÝ¡èù öNà6Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ãNà6ßJÏk=yèãƒur ª!$# 3 ª!$#ur Èe@à6Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ ÇËÑËÈ

282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

[179] Bermuamalah ialah seperti berjual-beli, hutang-piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

Bagaimana pendapat anda mengenai adanya kontradiksi penafsiran makna syahadah dalam ayat

Ayat 282 surat Al Baqarah merupakan perintah adanya kesaksian dalam hal muamalah (jual beli, hutang piutang dll). Dalam ayat tersebut telah jelas bahwa makna teks ayat menyatakan bahwa kesaksian haruslah dengan dua orang saksi laki-laki, namun bila tidak terdapat orang laki-laki maka dengan mengganti seorang laki-laki dengan dua orang perempuan. saksi diharuskan laki-laki, jumhur fuqoha ( Syafi’iyah, Malikiyah, Hanabilah ) mereka sepakat dalam hal ini. Sedangkan Hanafiah, mereka berpendapat bahwa saksi tidak diharuskan laki-laki, maka sah kesaksian seorang laki-laki dan dua orang perempuan, tidak sah hanya perempuan saja tanpa adanya laki-laki bersama mereka. (bisa di lihat dalam fiqih ala madzahib al arba’ah). Namun permasalahannya adalah menyangkut dengan wasiat, dimana wasiat seseorang yang sudah diketahui tanda-tanda akan meninggal harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil. Sehingga timbul sebuah pertanyaan apakah kesaksian non muslim dapat disahkan? Banyak ulama berbeda pendapat akan hal itu, Imam Malik, dan Imam Syafi'i sepakat bahwa kesaksian non muslim tidak sah sebagaimana halnya Al Baidhawi dalam tafsirnya menjelaskan saksi tersebut harus dari orang muslim. Namun Abu Hanifah dan sebagian ulama memperbolehkan kesaksian non muslim karena surat Al Maidah termasuk surat yang terakhir diterima oleh Rosul. Oleh sebab itu saksi non muslim hanya diperbolehkan dalam hal tertentu dan terpaksa misalnya dalam perbuatan jarimah, kalaupun belum diakui kebenarannya bisa dilakukan sumpah pada hakim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar